Dari Webinar ANN: Dicari Pemimpin Berjiwa Pancasila
YOGYAKARTA: koranmedan.com
Akademia Noto Negoro (ANN) kembali menyelenggarakan webinar pada 1 Juni 2023 dengan tema “Merindukan Pemimpin Berjiwa Pancasila”. Bertindak sebagai narasumber Prof. Dr. Warsono, MS. (Guru Besar UNESA) dan Agus Wahyudi, Ph.D. (Kepala Pusat Studi Pancasila UGM), dipandu Firdaus, S.AP., M.Si. (Dosen USN Kolaka).
Narasumber pertama Warsono menjelaskan ketika para pendiri negara memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 ada tiga hal penting yang diperjuangkan, yaitu membangun negara, bangsa dan karakter. ini akan dilakukan berdasarkan Pancasila –dasar negara, pandangan hidup dan ideologi bangsa.
Pancasila bukan hal asing bagi Bangsa Indonesia, karena Pancasila digali dari budaya kita oleh para pendiri negara, ditambah dengan pemikiran-pemikiran filosofis dunia. Pancasila menjadi panduan dalam penyelenggaraan negara, sebagai titik tumpu dan juga cita-cita atau ideologi yang memberikan gambaran tentang masyarakat ideal yang adil, makmur dan sejahtera.
Jadi menurut Warsono, visi dari negara Indonesia adalah: Negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Sedangkan misinya adalah: Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Terkait kepemimpinan disebutkan adalah kemampuan mempengaruhi atau menggerakan orang-orang untuk melakukan sesuatu guna mencapai tujuan bersama.
Warsono yang pernah menjadi Rektor Universitas Negeri Surabaya (2014-2018) menganalogikan negara sebagai kapal mewah. Kapal membutuhkan satu orang nahkoda, yang seharusnya dipilih oleh rakyat sebagai pemegang kedaulatan.
Dalam sistem politik kita, kata Warsono, nahkoda ini seharusnya lahir dari partai-partai politik, bukan kita jual kepada orang yang punya uang.
Pemersatu Bangsa
Sementara Agus Wahyudi selaku narasumber kedua mengatakan, Pancasila adalah pemersatu bangsa. Pancasila adalah ideologi persatuan. Pada 1930-an Sukarno dibuang ke Ende Flores, di sana ia melihat bagaimana keragaman masyarakat Indonesia itu. Dan sekarang kita masih harus mengembangkan sistem kerjasama di antara kelompok-kelompok masyarakat yang beragam.
Dalam sesi diskusi, Abdul Rozak berharap para elit bisa menahan diri dan berjiwa Pancasila sebagaimana Agus Salim dan para pendiri negara. Masyarakat kita sebenarnya manut kepada elit. Jadi kalau kita rusak, itu pastilah karena elitnya juga bobrok.
Sedangkan Arlis Prayugo mempertanyakan sistem partai dan sirkulasi kaum elit. Dia menegaskan pentingnya memiliki pemimpin yang berjiwa Pancasila, mempraktikkan nilai-nilai Pancasila dalam setiap keputusan dan tindakan. Pemimpin yang mengedepankan persatuan, keadilan, demokrasi dan kemanusiaan. Pemimpin yang memahami betapa beragamnya masyarakat dan berusaha memajukan kesejahteraan bersama. *** (Ril/Zul Marbun)